en id

Kartini El Tari

21 Apr 2017

kembali ke list


Pagi itu suasana Bandara El Tari Kupang tampak lengang. Di dalam terminal, kursi-kursi di ruang tunggu bandara terbesar di Nusa Tenggara Timur ini banyak yang kosong. Penumpang belum sebanyak saat kondisi “peak hour” karena memang pagi itu hanya ada beberapa pesawat berukuran kecil dengan tujuan kota-kota sekitar Kupang saja yang akan berangkat. 

Sementara itu, di kamar kecil di ruang tunggu keberangkatan terlihat seseorang dengan seragam merah tengah asyik memantau lalu lalang pengguna jasa yang tengah memanfaatkan fasilitas toilet itu. Gadis berseragam merah itu bernama Ramadhina Gaa, salah satu petugas cleaning service yang punya tanggung jawab menjaga kebersihan toilet di El Tari.

Dhina, panggilan akrab perempuan kelahiran 13 Mei 1987 ini sudah bekerja di “dunia” cleaning service sejak lima tahun silam. Ia bersama empat temannya memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga agar toilet di ruang tunggu keberangkatan Bandara El Tari ini selalu dalam keadaan bersih. Meskipun lulusan SMA ini tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang cleaning services, namun dia menjalani profesi ini dengan sepenuh hati. “Cita-cita saya sebenarnya adalah menjadi guru karena saya ingin mengajar di sekolah. Namun apa daya cita-cita ini harus kandas, karena keterbatasan biaya. Orang tua saya hanya bekerja sebagai petani,” ujarnya sambil tersenyum kecil. 

Namun demikian, Dhina bersyukur meski dirinya tak bisa menjadi seorang guru. “Bekerja sebagai cleaning services pun saya senang. Setiap hari saya bisa bertemu dengan banyak orang. Juga tidak semua orang bisa masuk ke bandara dengan bebas. Itu yang membuat saya bangga bisa bekerja di bandara. Selain itu, dengan bekerja berarti saya bisa bantu orang tua saya,” imbuhnya.

Tidak merasa malu bekerja sebagai seorang cleaning services di usia yang masih muda?  “Tidak. Justru saya bersyukur. Jaman sekarang orang cari kerja susah, buat apa pilih-pilih pekerjaan. Yang penting halal dan tidak curi,” tegas Dhina.
 
Dhina setiap hari berangkat bekerja membawa sepeda motor sendiri karena rumahnya ada di daerah Sikumana, sekitar 15 kilometer dari bandara. “Kalau lagi dinas siang saya tidak takut, tapi kalau dinas pagi masuk jam 5 saya sudah harus berangkat dari rumah jam 4 subuh, kadang-kadang saya khawatir takut dicegat di tengah jalan” tambahnya.

Saat ini Dhina bersama empat rekan perempuan lainnya bertugas menjaga kebersihan toilet, khususnya toilet untuk wanita yang ada di Bandara El Tari. Mereka bertugas di toilet-toilet wanita untuk umum yang ada di lobby, ruang check-in, ruang kedatangan, dan ruang keberangkatan. “Sekarang sudah tidak ada bedanya lagi antara karyawan laki-laki dan yang perempuan. Kami punya tugas dan tanggung jawab yang sama, area kerja yang sama, dan waktu kerja juga sama. 

Apa makna peringatan Hari Kartini baginya? “Bagi saya semangat Kartini saat ini lebih terasa, dimana-mana pekerjaan yang dulunya dominan dikerjakan oleh lelaki sudah dapat dikerjakan juga oleh wanita. Mimpi Ibu Kartini membangkitkan semangat bagi kaum perempuan,” ucapnya. 

Menurut Dhina, saat ini perempuan sudah tidak kalah lagi dengan laki-laki, seperti pekerjaan yang ia jalani saat ini. “Tinggal satu masalah lagi yang ada di NTT ini adalah maraknya perdagangan manusia yang didominasi oleh kaum wanita sebagai korban. Para perempuan NTT sudah selayaknya mendapatkan pelajaran yang lebih baik, sehingga tidak mudah tergoda dengan iming-iming gaji yang besar tetapi tidak dijamin dengan keselamatannya sendiri. Banyak kok pekerjaan halal yang bisa kita dapatkan di sini, meski dengan gaji pas-pasan toh kita masih bisa bertemu dengan orang tua dan keluarga kita.” (ani)